Kamis, 19 Maret 2015

SEJARAH DAN AMANDEMEN KONSTITUSI

A.    Pengertian Konstitusi
      Konstitusi berasal dari istilah bahasa Prancis “constituter” yang artinya membentuk. Konstitusi bisa berarti pula peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan negara. Istilah konstitusi bisa dipersamakan dengan hukum dasar atau undang-undang dasar.[1] Secara terminologis konstitusi adalah sekumpulan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk juga dasar hubungan antara negara dan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[2] Dalam kamus besar bahasa Indonesia konstitusi diartikan sebagai: (1) segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan; (2) undang-undang dasar suatu negara.
Meskipun konstitusi yang ada di dunia berbeda-beda baik dalam hal, tujuan, bentuk dan isinya, tetapi umumnya memiliki kedudukan  formal yang sama, yaitu konstitusi sebagai hukum dasar dan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Konstitusi sebagai hukum dasar berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara, sementara konstitusi sebagai hukum tertinggi berarti bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hierarkis memilki kedudukan yang lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya.
B.     Sejarah Konstitusi
1.    Sejarah Konstitusi di Dunia
 Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal sejak zaman Yunani yang memiliki beberapa kumpulan hukum. Pada masa itu pemahaman tentang konstitusi hanya merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan.
      Seiring berjalannya waktu, pada masa Kekaisaran Roma pengertian konstitusi mengalami perubahan makna, konstitusi merupakan suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar, pernyataan dan pendapat ahli hukum, negarawan serta adat kebiasaan setempat selain undang-undang. Konstitusi Roma memiliki pengaruh cukup besar sampai Abad Pertengahan yang memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme. Dua paham inilah yang merupakan cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern.[3]
      Pada abad VII (zaman klasik) lahirlah Piagam Madinah atau Konstitsusi Madinah, yang berisikan tentang hak bebas berkeyakinan, berpendapat, kewajiban dalam hidup kemasyarakatan, dan mengatur kepentingan umum dalam kehidupan social yang majemuk. Konstitusi Madinah merupakan suatu bentuk konstitusi pertama di dunia yang telah memuat materi sebagaimana layaknya konstitusi modern dan telah mendahului konstitusi-konstitusilainnya didalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Pada tahun 1789 meletus revolusi di Perancis, ditandai oleh ketegangan dan terganggunya stabilitas keamanan Negara. Akibat kekacauan yang ditimbulkan oleh Revolusi Perancis, maka diperlukan konstitusi. Pada tanggal 14 September 1791 dicatat sebagai peristiwa diterimanya konstitusi Eropa pertama oleh Louis XVI. Sejak peristiwa inilah, sebagian besar Negara-negara di dunia mendasarkan prinsip ketatanegaraannya pada sandaran konstitusi.[4]
2.    Sejarah Konstitusi di Indonesia
      Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dirancang pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di akhir sidang I, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan. Pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui naskah Mukaddimah UUD. Hasil panitia sembilan ini diterima dalam siding II BPUPKI tanggall 11 Juli 1945. Setelah itu, pada tanggal 16 Juli 1945, Soekarno membentuk panitia kecil yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan Undang-Undang Dasar dan membentuk panitia untuk mempersiapkan kemerdekaan, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Keanggotaan PPKI berjumlah 21 orang dengan ketua Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya.[5]
Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada Hari Sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Sejak itu dapat dikatakan Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan, yaitu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara yang memuat tata kerja konstitusi modern.
      Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang di kandungnya, seperti:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945- 27 Desember 1945.
2.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan masa berlakunya sejak 27 Desember 1945-17 Agustus 1950.
3.      Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959.
4.      Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa berlakunya sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 - sekarang.[6]
C.    Amandemen Konstitusi
           Amandemen (bahasa Inggris: amendment) artinya perubahan. Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah amandemen sebenarnya merupakan hak, yaitu hak parlemen untuk mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan undang-undang. Perkembangan selanjutnya muncul istilah amndemen UUD yang artinya perubahan UUD. Istilah perubahan konstitusi itu sendiri mencakup dua pengertian (Taufiqurohman Syahuri, 2004), yaitu
a.       Amandemen konstitusi (constitutional amendment)
            Pada amandemen konstitusi perubahan yang dilakukan merupakan addendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Di mana konstitusi yang asli tetap berlaku namun bagian yang diamandemen menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem perubahan seperti ini dianut oleh Amerika Serikat.
b.      Pembaruan konstitusi (constitutional reform)
        Pada pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah “baru” secara keseluruhan. Jadi, yang berlaku adalah konstitusi yang baru, yang tidak lagi ada kaitan nya dengan konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh negara seperti Belanda, Jerman, dan Prancis.

            Mengapa UUD 1945 perlu diamandemen atau diubah? Winarno (2008) menyatakan bahwa:
      “Secara filosofis, konstitusi suatu negara dalam jangka waktu tertentu harus diubah. Hal ini disebabkan perubahan kehidupan manusia, baik perubahan internal masyarakat yang bersangkutan, sepertii pemikiran, kebutuhan hidup, kemampuan diri mauun kehidupan eksternal masyarakat, seperti lingkungan hidup yang berubah dan hubungan dengan masyarakat lain.”
“Konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Suatu konstitusi yang tetap akan ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi berfungsi sebagai pedoman negara.”

            UUD 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasar Negara Republik Indonesia juga harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan. Sehingga perlu dilakukan amandemen yang sejak merdeka sampai masa pemerintahan Presiden Soeharto belum pernah dilakukan perubahan.
Tentang perubahan undang-undang dasar dinyatakan pada pasal 37 Bab XVI UUD 1945
 

[1] 
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi Edisi Ke-2, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 67.
[2] Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan Cet. Ke-4, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 132.
[3] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), (Jakarta: Kencana Prenaada Media Group, 2008), hlm.66.
[4]Ibid., hlm.67.
[5] Ibid., hlm. 68.
[6] Ibid., hlm. 69.

Rabu, 21 Januari 2015

LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN AKHLAK



MAKALAH
LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN AKHLAK
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu:  Drs. Nur Hidayat, M.Ag.



Disusun oleh:
Nova Amalia Rufaida           NIM: 14480087
Alfian Huda                           NIM: 14480092
Lidya Natalia                         NIM: 14480115
Ridwan Akbar                      NIM: 14480118




PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dari Kelompok IX Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf bisa menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf. Shalawat serta salam selalu senatiasa kita curahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang terang benderang.
      Pada kesempatan ini kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Nur Hidayat, M. Ag, selaku dosen pengampu pada Mata Kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan nasehat-nasehat yang membangun bagi kami, sehingga makalah ini bisa terselesaikan tepat waktu.
      Ucapkan terima kasih juga kami ucapkan kepada anggota Kelompok IX, khususnya Ridwan Akbar meskipun memilki keterbatasan, namun tetap antusias dalam berdiskusi menyusun penulisan makalah ini bersama-sama anggota Kelompok IX lainnya.
      Namun, kami dari Kelompok IX selaku penyusun dan penulis makalah ini menyadari bila dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan yang harus dibenahi.Sehingga kami memohon kepada pembaca untuk senatiasa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami agar ke depannya kami bisa menjadi lebih baik.


                                   
Yogyakarta, 21 November 2014


Penyusun                    



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di era globalisasi ini, di samping membawa dampak positif juga membawa dampak-dampak negatif.Dampak postifnya adalah semakin berkembangnya peradaban suatu bangsa bersamaan pesatnya kemajuan sistem informasi. Namun arus globlalisasi yang masuk ini juga akan membawa dampak negatif. Dari banyak dampak negatif yang ditimbulkan, salah satunya adalah dampak negatif terhadap perubahan akhlak-akhlak masyarakat kita. Dampak yang dapat kita lihat adalah kecenderungan masyarakat kita untuk menirukan gaya hidup masyarakat barat. Karena memang pengaruh globlalisasi paling berat adalah dari dunia barat.Orientasi kehidupan lebih hedonis dan konsumtif, apalagi dunia barat terkenal dengan liberalismenya.Orientasi kehidupan yang hedonis dan konsumtif tentu sangat bertolak belakang pola akhlak tasawuf.Di mana kehidupan yang hedonis ini lebih mengarah ke kehidupan duniawi.
           Tanpa kita sadari dampak negatif globalisasi ini sedikit demi sedikit mulai merusak akhlak masyarakat kita.Belakangan kita sering melihat di televisi banyak sekali pemberitaan-pemberitaan tentang kerusakan akhlak masyarakat kita.Pejabat publik yang banyak tersandung kasus korupsi karena ingin memperkaya dirinya sendiri, artis-artis yang hidup bermewah-mewahan, pelajar-pelajar yang terlibat kasus tawuran, sampai kasus-kasus asusila terhadap anak di bawah umur yang bahkan dilakukan di lembaga pendidikan.Kesemuanya sangat mencerminkan kehidupan yang keduniawian.
Sehingga untuk mengatasi segala permasalahan kerusakan akhlak di atas adalah melakukan pembinaan akhlak tasawuf.Membina akhlak taswuf ini penting karena akhlak merupakan dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Oleh sebab itu langkah-langkah dalam membina akhlak tasawuf akan kami jadikan fokus pembahasan pada makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Bagaimana hakikat pembinaan Akhlak Tasawuf?
2.      Bagaimana tahapan-tahapan dalam melakukan pembinaan akhlak karimah berdasarkan Tasawuf?
3.      Apa saja sarana yang digunakan dalam pembinaan akhlak berdasarkan Tasawuf?
4.      Apa saja tujuan dari pembinaan akhlak berdasarkan Tasawuf?
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Menjelaskan hakikat pembinaan Akhlak Tasawuf.
2.      Menjelaskan tahapan-tahapan dalam melakukan pembinaan akhlak karimah berdasarkan Tassawuf.
3.      Menjelaskan sarana-sarana yang digunakan dalam pembinaan akhlak berdasarkan Tasawuf.
4.      Menjelaskan tujuan dari pembinaan akhlak berdasarkan Tasawuf.

   
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Pembinaan Akhlak Tasawuf
Pembinaan akhlak bagi setiap muslim merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan terus menerus tanpa henti baik melalui pembinaan dari orang lain maupun pembinaan yang dilakukan atas dirinya sendiri tanpa harus dituntun oleh orang lain. Namun pada hakikatnya pembinaan akhlak tasawuf lebih merupakan pembinaan akhlak yang dilakukan seseorang atas dirinya sendiri dengan tujuan jiwanya bersih dan perilakunya terkontrol.
B.     Langkah-langkah dalam Pembinaan Akhlak Tasawuf
Ada tiga langkah yang harus dilakukan seseorang dalam melakukan pembinaan akhlak tasawuf, yaitu sebagai berikut:
1.      Tazkiyah al-Nafs
      Tazkiyah al-Nafs secara etimologi berasal dari dua kata yaitu tazkiyah dan al-Nafsi yang berasal dari kata zakatun nafsi.Tazkiyah mempunyai dua arti “penyucian dan pertumbuhan”.Sedangkan al-Nafsi yang berasal dari kata zakatun nafsiberarti penyucian jiwa dari segala penyakit dan cacat merealisasikan maqam padanya dan menjadikan asma’ dan sifat Allah sebagai akhlaknya.
Untuk mewujudkan tujuan dari pembinaan akhlak dengan tazkiyah perlu melalui beberapa tahap, antara lain sebagai berikut:
a)      Upaya menyucikan diri (tathahhur)
Usaha yang dilakukan dalam menyucikan diri adalah dengan bertaubat dari dosa yang telah dilakukan dan berjanji tidak mengulangi lagi segala perbuatan yang bisa mengotori jiwa atau hati.
b)      Upaya menghiasi diri dengan akhlak al-kharimah(takhallaq)
Setelah melakukan penyucian diri, maka langkah selanjutnya ialah berupaya mengisi kepribadiannya dengan akhlak-akhlak mulia.Dengan menghiasi diri dengan akhlak-akhlak mulia diharapkan bisa menggantikan akhlak-akhlak buruk dalam diri seseorang.
c)      Upaya merealisaikan kedudukan-kedudukan mulia atau biasa disebut Maqamatul Qulub (Tahaqquq)
      Pada usaha ini merupakan puncak dari tahapan-tahapan tazkiyah, di mana seseorang harus memperoleh kedudukan mulia di sisi Allah SWT dengan cara berusaha berada sedekat-dekatnya dengan Allah SWT.
Kesemua tahapan-tahapan di atas penting dijalani agar benar-benar menjadi jaring pengaman yang menyelamatkan manusia dari keterperosokan dan keterperukan di dunia serta kehancuran di akhirat nanti.Selain itu, ada enam tingkatan bila seseorang ber-tazkiyah, yaitu
a)      Musyarathah
Musyarathah atau penetapan syarat ini adalah permulaan seseorang dalam melakukan kegiatan.[1]
b)      Muraqabah
Muraqabah atau perasaan diawasi adalah upaya menghadirkan kesadaran adanya muraqabatullah (pengawasan Allah) atau dengan kata lain adalah upaya yang dilakukan diri sendiri untuk senantiasa terawasi oleh Allah.[2]
c)      Muhasabah
Muhasabah adalah sebuah upaya untuk selalu menghadirkan keasadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengah dihisab, dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid sehingga ia pun harus aktif menghisap dirinya terlebih dahulu agar bergegas memperbaiki diri.
Keutamaan muhasabah terdapat dalam QS. Al-Hasyr ayat 18 di mana Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”
Dalam ber-muhasabah, seorang memulainya dengan bertaubat kepada Allah SWT. Proses bertaubat ini akan mendorong seorang hamba untuk menyesal atas segala dosa yang telah diperbuat. Sehingga dari penyesalan ini akan mendorong seseorang hamba untuk mengevaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.
d)     Mu’aqabah
Mu’aqabah adalah upaya yang dilakukan diri untuk menghukum dirinya sendiri atas dosa yang dilakukan dan menggantikannya dengan kebaikan.
Contoh mu’aqabah yang pernah dilakukan adalah mu’aqabah yang dilakukan Umar bin Khatab yang pernah terlalaikan melaksanakan shalat dzuhur karena sibuk mengawasi kebunnya. Setelah kejadian tersebut, Umar bin Khatab langsung bersegara mengingat Allah dan lalu melakukan mu’aqabah dengan menghibahkan kebun beserta isinya untuk keperluan fakir miskin.
e)      Mujahadah
Mujahadah adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Contoh mujahadah adalah seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dalam melaksanakan shalat tahajud, di mana kaki beliau sampai bengkak karena terlalu lama berdiri.
f)       Mu’atabah
Mu’atabah mengandung arti perlunya memonitoring, mengontrol, dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses dalam kita ber-tazkiyah.


2.      Tarbiyah Dzatiyah
Secara istilah tarbiyah dzatiyah diartikan sebagai sarana pembiaan (tarbiyah) yang diberikan orang muslim atau muslimah kepada dirinya untuk membentuk kepribadian yang sempurna di seluruh sisinya; ilmiah, iman akhlak, sosial, dan lain sebagainya. Tarbiyah dzatiyah juga bisa diartikan sebagai pembinaan (tarbiyah) seseorang terhadap dirinya sendiri.
Contoh tarbiyah dzatiyah adalah seperti yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah, di mana mereka mampu tampil menjadi figur-figur hebat dengan ciri khas masing-masing. Salah satu kuncinya adalah masing-masing dari mereka mampu men-tarbiyah (membina) diri sendiri engan optimal, meningkatkan kualitas diri menuju tingkatan seideal mungkin, mengadakan perbaikan diri secara konsisten dan berkelanjutan, serta meningkatkan semua potensi diri mereka sehingga tidak ada satupun potensi mereka yang terabaikan.
3.      Halaqah Tarbawiyah
Halaqah tarbawiyah adalah salah satu metode dalam pembinaan akhlak dengan cara dipandu dan dibimbing oleh seorang murabbi untuk bersama-sama membina diri baik dari segi ilmu maupun pengalaman.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halaqah dalam Bahasa Indonesia adalah “halakah” yang artinya cara belajar atau mengajar dengan duduk di atas  tikar dengan posisi melingkar atau berjejer.[3]
Salah satu konsep pembinaan akhlak dengan halaqah ini bisa dilihat pada para pengamal thariqah.Di mana para pengamal thariqah ini menghimpun diri pada sebuah kelompok thariqah dengan bimbingan seorang mursyid.




C.    Sarana-sarana dalam Pembinaan Akhlak
1.      Tazkiyah al-Nafs
Sarana tazkiyah adalah berbagai amal perbuatan yang mempengaruhi jiwa secara langsung dengan menyembuhkannya dari penyakit, membebaskannya dari “tawanan” atau merealisasikan akhlak padanya.[4]
Berikut ini beberapa sarana dalam ber-tazkiyah:
a)      Shalat
      Shalat adalah salah satu sarana tazkiyah dan merupakan wujud tertinggi  dari‘ubudiyah dan rasa syukur. Penunaian shalat secara sempurna merupakan sarana, tujuan, dan dampak tazkiyah itu sendiri melalui shalat.Sehingga shalat dijadikan sarana tazkiyah yang pertama.Shalat berikut sujud, ruku’, dan dzikirnya membersihkan jiwa dari kesombongan kepada Allah dan mengingatkan jiwa agar selalu istiqamah dalam perintahnya.
b)      Zakat dan infak
      Zakat dan infak menjadi sarana kedua kita dalam ber-tazkiyah.Zakat dan infak bisa membersihkan jiwa dari bakhil dan kikir, dan menyadarkan manusia bahwa pemilik harta sebenarnya adalah Allah SWT.
c)      Puasa
      Puasa merupakan salah satu sarana tazkiyah yang membiasakan jiwa agar mampu mengendalikan syahwat dan kemaluan.Tujuan dari puasa tidak hanya sekedar menahan haus dan lapar, namun melatih jiwa untuk sabar dan mengekang hawa nafsu dari keinginan-keinginan nafsu duniawi.
d)     Zikir dan pikir
Zikir dan pikir dalam ber-tazkiyah dapat menambah rasa keimanan dan ketauhidan kita di dalam hati.Seperti firman Allah SWT dalam QS Ar-Ra’d yang artinya :“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati kita menjadi tentram.”
e)      Mengingat kematian
      Dengan mengingat kematian, kita akan semakin paham bahwa hidup kita di dunia hanyalah sementara dan segala amal perbuatan kita selama hidup di dunia akan dihisab di akhirat nanti. 
f)        Amar ma’ruf nahi munkar
Dalam kita ber-tazkiyah, tentu kita harus saling mengajak ke kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Karena Allah berfirman dalam Surat Al-‘Asr ayat 3 yang artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling berpesan dalam kebenaran dan saling berpesan dalam kesabaran.”
2.      Tarbiyah Dzatiyah
Sarana-sarana dalam tarbiyah dzatiyah antara lain sebagai berikut:
a)      Muhasabah
Muhasabah merupakan penyucian atau pembersihan diri sebagai alat menginstropeksi dirinya sendiri.Seorang muslim mulai men-tarbiyah dirinya sendiri dengan cara pertama-tama evaluasi terhadap dirinya sendiri atas kebaikan dan keburukan yang dikerjakan, meneliti kebaikan dan keburukan yang dimiliki agar dapat menyadari dan melakukan perbaikan terhadap dirinya sendiri.
b)      Taubat dari segala dosa
Taubat dari segala dosa dapat meluruskan perjalanan jiwa setiap kali melakukan penyimpangan dan mengembalikannya kepada titik tolak yang benar.Taubat juga bisa menhentikan laju kesalahan jiwa, sehingga Allah melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang bertaubat dengan mengubah kesalahan-kesalahan mereka menjadi kebaikan.
c)      Mencari ilmu dan memperluas wawasan
Dengan kita mencari ilmu dan memperluas wawasan, kita akan menjadi semakin paham bagaimana melakukan tarbiyah yang benar, tahu mana yang halal atau haram, mana yang benar atau bathil, dan mana yang benar ataupun yang salah.
d)     Mengerjakan amalan-amalan iman
     Mengerjakan amalan-amalan iman ini sangat besar pengaruhnya pada jiwa, karena cara ini merupakan realisasi dari perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya. Amalan-amalan iman tersebut antara lain mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin, meningkatkan porsi ibadah sunnah dan peduli ibadah dzikir, termasuk membaca Al-Qur’an.
e)      Memperhatikan aspek akhlak (moral)
Akhlak menjadi salah satu sarana tarbiyah dzatiyah, sekaligus tujuannya pada saat yang sama. Oleh karena itu, setiap muslim harus men-tarbiyah dirinya denganakhlak yang dianjurkan dalam Islam seperti sabar, tawadhu’, dermawan, jujur dan masih banyak lagi akhlak-akhlak mulia yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Halaqah Tarbawiyah
Kegiatan halaqah ini berbentuk pertemuan rutin minimal sekali dalam seminggu dengan  agenda kegiatan, antara lain:
a)      Tadarus Al-Qur’an.
b)      Pemberian materi.
c)      Internalisasi materi dalam pengamalan.
d)     Dialog permasalahan umat.
e)      Evaluasi diri atau muhasabah.
Selain di atas, halaqah juga bisa diadakan acara-acara khusus untuk menguatkan spiritual seperti buka puasa sunah bersama, qiyamul lail bersama, dll. Intinya forum yang tidak hanya mengkaji islamdalam dataran wancana, akan tetapi dilanjutkan ke arah internalisasi atau pengamalan bahkan hingga pada tataran bagaimana dakwah pada kaumnya.[5]
D.    Manfaat dalam Pembinaan Akhlak
1.      Tazkiyah al-Nafs
Aktivitas-aktivitas tazkiyah yang dapat mencontoh Rasulullah SAW ini dapat menghasilkan manfaat-manfaat ‘amaliyah. Manfaat-manfaat ini disebut tsamaratut-tazkiyyah yang antara lain sebagai berikut:
a)      Lisan yang terkontrol (Dhabtul-Lisan)
b)      Komitmen dengan adab-adab pergaulan (Iltizam Bi Adabil ‘llaqat)
Dengan tazkiyah ini seseoarng muslim dapat menentukan batasan-batasan dalam pergaulan, di mana ia bisa menempatkan diri dalam golongan pergaulan yang membawa keselamatan dunia dan akhirat.[6]
2.      Tarbiyah Dzatiyah
Jika seorang muslim benar-benar melaksanakan pembinaan akhlak terhadap dirinya sendiri maka ia akan memperoleh hasil dari tarbiyah dzatiyah yang di antaranya sebagai berikut:
a)      Keridaan Allah SWT dan Surga-Nya.
b)      Kebahagian dan Ketentraman.
c)      Dicintai dan diterima Allah.
d)     Terjaga dari keburukan.
e)      Jiwa merasa aman.
3.      Halaqah Tarbawiyah
Dalam bentuk pembinaan Akhlak Tasawuf, melalui halaqahakan dihasilkan manfaat:[7]
a)      Tertanamnya keyakinan iman yang kuat pada akidah dan kebenaran Islam.
b)      Terbentuknya akhlak al-kharimah secara nyata dalam wujud perbuatan baik dalam ruang lingkup individu, keluarga dan masyarakat.
c)      Terciptanya ukhuwah Islamiah di dalam kehidupan sosial.
d)     Terpeliharanya kepribadian dan amal dari berbagai pengaruh yang bisa merusak dan melemahkannya.




























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga langkah dalam kita melakukan pembinaan akhlak berdasarkan tasawuf.Ketiga langkah tersebut, yakni tazkiyah al-Nafs, tarbiyah dzatiyah, dan halaqahtarbawiyah.Tazkiyah al-Nafs adalah langkah pembinaan akhlak tasawuf dengan melakukan penyucian jiwa dari penyakit-penyakit hati.Tarbiyah dzatiyah adalah langkah pembinaan akhlak taswuf yang dilakukan diri sendiri untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna di seluruh sisinya.Terakhir, halaqah tarbawiyah merupakan langkah pembinaan akhlak tasawuf dengan dipimpin oleh seorang murabbi (pembimbing).
B.     Saran
      Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang harus dibenahi.Oleh sebab itu, kami senantiasa meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar ke depannya dalam kami menyusun penulisan makalah bisa lebih baik lagi.













DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Nur. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2013.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) for Android 4.0.0
Khoiri, Alwan dkk.Akhlak/Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005.



























[1] Nur Hidayat,  Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 166.
[2]Ibid., hlm. 168.
[3] Dalam KBBI for Android 4.0.0
[4]Alwan Khoiri, dkk, Akhlak/Tasawuf, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 35.
[5]Ibid., hlm 160.
[6] Nur Hidayat,  Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 151.
[7]Ibid., hlm. 164.